Ketua Kamar Agama Mahkamah Agung Lakukan Pembinaan Di PTA Makassar

Ketua Kamar Agama (Tuaka) pada Mahkamah Agung RI, Prof. Dr. Drs. H. Amran Suadi, S.H., M.Hum., M.M., melakukan pembinaan teknis yustisial di Pengadilan Tinggi Agama Makassar, Jum’at 7 Juli 2023. Diikuti oleh para Hakim Tinggi, Panitera dan Sekertaris PTA Makassar serta para Ketua Pengadilan Tingkat Pertama se-Wilayah PTA Makassar yang masing-masing didampingi oleh Panitera dan Sekretaris Pengadilan Tingkat Pertama.
Pembacaan doa oleh Kabag Umum dan Keuangan PTA Makassar
Amran Suadi dalam pembinaannya menegaskan, bahwa pimpinan pengadilan yang baik harus memiliki kemampuan ilmu hukum materiil, hokum formil, kemampuan leadhership dan managerial, beritegritas, independensi dan profesional, serta mampu menerapkan e-court, gugatan sederhana, mediasi, eksekusi dengan baik dan benar serta tidak hanya bertumpu pada Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) saja.
Lebih lanjut Tuaka Agama menyampaikan, bahwa hakim harus menjaga independensi, integritas dan profesional. Independensi artinya mandiri dan memiliki kebabasan, namun kebebasan tersebut dibatasi oleh Pancasila, UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan, serta ketertiban umum dan asusila. Sementara integritas berarti jujur dalam sikap, dapat dipercaya, bertanggungjawab, dan taat pada Kode Etik Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Sementara profesionalitas adalah memiliki integritas, moral yang tinggi, keahlian yang prima serta kualitas dalam bekerja. “Hakim harus berperilaku jujur dan menghindari perbuatan yang tercela atau yang dapat menimbulkan kesan tercela.” Ucap Ketua Kamar Agama.
Terkait dengan dispensasi kawin, Amran Suadi menyampaikan agar yang menjadi pedoman adalah PERMA Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Perkara Dispensasi kawin sebagai hukum acara yang harus dipatuhi oleh setiap hakim yang mengadili perkara Dispensasi Kawin. Disampaikan pula agar mengadakan MOU-Kerjasama dengan pemda dan instansi terkait lainnya untuk menurunkan angka perkawinan dini di daerah masing-masing.
Hakim Tinggi, Panitera, Sekretaris PTA Makassar, KPA se-Wilayah PTA Makassar dan seluruh aparatur PTA Makassar
Melalui acara pembinaan tersebut, Tuaka Agama juga menyinggung temuan permasalahan hukum dalam berkas perkara kasasi dan Peninjauan Kembali (PK) seperti berita acara sumpah novum. Menurutnya yang paling penting untuk disumpah yaitu yang menemukan novum, tanggal, bulan dan tahun ditemukannya novum tersebut. Bukan dialog atau tanya jawab tentang kebenaran dan keabsahan novum. Hal ini berkaitan dengan tenggang waktu 180 hari novum ditemukan dengan saat diajukan sebagai alasan Peninjauan Kembali (PK). Sementara itu, terkait dengan sengketa ekonomi syariah, pertama-tama yang harus dilihat adalah ada tidaknya hubungan hukum yang terkait dengan ekonomi syariah, jika sudah masuk ranah sengketa kepemilikan maka bukan lagi menjadi kewenangan Pengadilan Agama. Ungkapnya.
Lebih lanjut Tuaka menegaskan, terkait gugat waris dan penetapan ahli waris, Pengadilan Agama harus teliti dalam memeriksa pokok gugatan, apakah terdapat kesamaan dengan perkara sebelumnya sehingga terhindar dari dua putusan yang saling kontradiktif. Sedangkan terkait gugatan asal usul anak, apabila ada gugatan asal-usul atau permohonan tentang status anak agar hakim tidak hanya memperhatikan sah atau tidaknya pernikahan ibu dan ayahnya, tetapi perhatikan apakah anak itu benar-benar anak yang dilahirkan oleh mereka.
Mengenai penetapan ahli waris, menurut Amran Suadi, pemeriksaan penetapan ahli waris (PAW) harus ekstra hati-hati sehingga tidak menimbulkan akibat hukum yang berkepanjangan dan jadi rumit. Oleh sebab itu setiap PAW harus ditentukan keperluannya dan disebutkan keperluan itu dalam amarnya. Jika untuk keperluan kewarisan hendaknya diajukan dalam bentuk contentiosa tidak voluntair.
Melalui kegiatan pembinaan tersebut, Amran Suadi juga mengemukakan beberapa permasalahan pengaduan teknis yudisial, seperti adanya laporan bahwa Petugas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), menolak upaya hukum pihak berperkara dengan alasan, waktu mengajukan upaya hukum sudah habis. Dijelaskan bahwa Petugas PTSP tidak boleh menolak perkara yang diajukan para pihak dalam tingkatan apa pun, karenanya setiap petugas PTSP harus terampil mengkomunikasikan keinginan masyarakat dengan bahasa yang santun dan profesional, serta memahami betul tentang standar pelayanan dan peraturan yang berhubungan dengan pelayanan perkara yang harus dipedomani, seperti tidak boleh memberikan nasehat hukum, tetapi hanya memberikan informasi mengenai prosedur berperkara sesuai hukum acara yang berlaku.
Lebih lanjut Tuaka menegaskan bahwa, jika ada yang membutuhkan nasehat hukum, maka cukup diarahkan ke Posbakum, tanpa merekomendasikan pengacara tertentu kepada mereka, kecuali sekedar memberikan list pengacara yang terdaftar di pengadilan. Hal penting lainnya menurut Amran Suadi, setiap petugas layanan di Pengadilan Agama agar tidak menerima pemberian dalam bentuk apapun. Namun demikian penolakan itu, hendaknya disampaikan secara santun sehingga tidak menyinggung perasaan. Sementara mengenai tempat pelayanan pemberian informasi, menurut Tuaka hanya boleh di lakukan di gedung pengadilan.
Menyinggung mengenai penundaan eksekusi, Amran Suadi menegaskan adanya laporan dari pengacara tentang penundaan eksekusi yang dilakukan oleh Ketua Pengadilan. Oleh karena itu, diharapkan agar Ketua Pengadilan dalam hal ini harus bersikap selektif dan harus mempelajari dengan betul alasan penundaan eksekusi yang dilakukan. Di antara alasan penundaan eksekusi berdasarkan hukum adalah adanya perlawanan pihak ketiga, alasan kemanusiaan, biaya eksekusi belum terpenuhi, dan alasan keamanan.
Sementara terkait masih adanya Pengadilan Agama yang belum melaksanakan proses mediasi sesuai PERMA Nomor 1 Tahun 2016, banyak dikeluhkan masyarakat yang menilai mediasi hanya bersifat formalitas saja dengan indikator dalam berkas perkara kasasi ditemukan penetapan penunjukan mediator, pelaksanaan mediasi dan pelaporan mediasi tidak berhasil oleh mediator yang ternyata dilakukan pada hari yang sama.
Sementara itu, Ketua Pengadilan Tinggi Agama (KPTA) Makassar Dr. Drs. H. Muh. Abduh Sulaiman, S.H., M.H., yang bertindak langsung memandu acara pembinaan tersebut, dalam sambutan penerimaannya menyampaikan selamat datang dan terimakasih atas kunjungan Ketua Kamar Agama MA RI ke PTA Makassar untuk memberikan bimbingan, pembinaan, dan melihat secara langsung keadaan kantor PTA Makassar.
Melalui kesempatan tersebut, KPTA Makassar melaporkan sekitar penerimaan perkara Pengadilan Agama se-Wilayah PTA Makassar, bahwa pada tahun 2023 hingga Juli 2023 sebanyak 11.500 perkara, sisa perkara tahun 2022 sebanyak 533 perkara, sehingga jumlah perkara yang harus diselesaikan sebanyak 12.033 dan telah putus sebanyak 10.043.
Menurutnya, penyelesaian perkara telah berjalan dengan lancar dan sesuai harapan. Mengenai upaya peningkatan kualitas putusan yang ditandai dengan penerapan hukum acara dan hokum materiil secara benar dan tepat, pihak PTA Makassar secara rutin menyelenggarakan diskusi hukum wilayah yang diikuti Ketua, Wakil Ketua, para hakim dan kepaniteraan dari seluruh Pengadilan Tingkat Pertama yang meliputi lima wilayah.
KPTA Makassar mengharapkan kepada seluruh peserta yang hadir dalam pembinaan agar fokus dan memanfaatkan kesempatan untuk memahami materi pembinaan yang disampaikan oleh Ketua Kamar Agama MA RI dan mengimplementasikannya dalam memecahkan permasalahan.