Sejarah Pengadilan Tinggi Agama Makassar
A. DASAR HUKUM
Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957, maka Pengadilan Agama/ Mahkamah Syari’ah Propinsi yang berkedudukan di Makassar telah berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagai tindak lanjut dari PP Nomor 45 Tahun 1957 maka pada hari Rabu tanggal 27 Agustus 1958 Menteri Agama RI melantik dan mengambil sumpah K.H. Ahmad Bone sebagai Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syari’ah Propinsi di Makassar yang pada waktu itu wilayah hukumnya meliputi: Sulawesi,Maluku dan Irian Jaya (Irian Barat).
Kemudian pada tahun 1983 berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 95 Tahun 1983, wilayah hukum Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syari’ah Makassar yang mewilayahi Indonesia Timur (terdiri dari 55 Pengadilan Agama/ Mahkamah Syari’ah) diperkecil wilayah hukumnya hanya meliputi Sulawesi Selatan dan Tenggara yang terdiri dari 27 Pengadilan Agama/ Mahkamah Syari’ah.
Dan berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 434 Tahun 1995 tentang pembentukan Sekretariat Bengkulu, Palu, Kendari, dan Kupang serta Keputusan Mahkamah Agung RI Nomor KMA 0110/SK/1996 tentang Tata Kepaniteraan Pengadilan Tinggi Agama Bengkulu, Palu, Kendari dan Kupang, maka Pengadilan Tinggi Agama Makassar yurisdiksinya hanya mewilayahi 23 Kabupaten/ Kota Madya sesuai wilayah pemerintahan Daerah Tingkat I Propinsi Sulawesi Selatan.
Kemudian pada tahun 2001 berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 179 Tahun 2000, Pengadilan Agama Masamba dibentuk sehingga Pengadilan Tinggi Agama Makassar yurisdiksinya bertambah menjadi mewilayahi 24 Pengadilan Agama yang sebelumnya hanya 23 Pengadilan Agama.
B. SEJARAH PEMBENTUKAN
1. Masa Sebelum Penjajahan
Pada pemerintahan Raja Gowa III (1637-1653) yang bernama Sultan Malikus Saleh dibentuk semacam Pengadilan Tinggi Agama, dimana kepalanya diberi gelar Parewa Syara’ (Pejabat Syari’at) dan bawahannya disebut IMAM dan dibantu oleh seorang Khatib dan seorang Bilal.
Pada tahun 1611 Kerajaan Bone menerima agama Islam sebagai agama resmi dan Raja adalah penghulu tertinggi (Syaikhul Islam). Parewa Syara’ bertugas sebagai aparat pelayanan bagi masyarakat Islam, seperti pelaksanaan ibadat, upacara keagamaan , pembinaan dan perawatan bangunan keagamaan, melayani upacara pernikahan, kematian dan menyelesaikan perkara-perkara kewarisan.
Parewa Syara’ mendapat nafkah dari zakat fitrah, zakat harta , sedekah Iedul Fitri dan Iedul Adha, penyelenggaraan mayat, kenduri kerajaan dan pernikahan.
2. Masa Penjajahan Belanda dan Jepang
Pada masa penjajahan Belanda dan Jepang Parewa Syara’ tidak mengalami perubahan sekalipun Kerajaan Bone dan Gowa telah ditaklukkan oleh Belanda dan Jepang, penyelesaian masalah perceraian dan kewarisan tetap ditangani oleh Parewa Syara’.
3. Masa Kemerdekaan
Pada tahun 1957 Pemerintah RI mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 1957 Lembaran Negara No. 99 tentang Pembentukan Mahkamah Syari’ah di luar Jawa dan Madura, Kalimantan serta sebagian Kalimantan Timur. Pada tahun 1958 Menteri Agama menetapkan Penetapan Menteri Agama Nomor : 5 tahun 1958 tentang pembentukan beberapa Mahkamah Syari’ah antara lain Mahkamah Syari’ah Propinsi di Makassar yang wilayah hukumnya meliputi Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Irian Jaya.
4. Masa berlakunya Undang-undang No. 1 tahun 1974
Setelah Undang-undang Nomor: 1 tahun 1974 berlaku secara efektif pada tanggal 1 Oktober 1975 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor: 9 tahun 1975, maka Mahkamah Syari’ah Propinsi di Makassar berangsur-angsur dikurangi wilayah hukumnya hanya meliputi Sulawesi-Selatan dan Tenggara saja, dan namanya berubah menjadi Pengadilan Tinggi Agama Ujungpandang.
5. Masa Berlakunya Undang-undang Nomor 7 tahun 1989
Pengadilan Tinggi Agama Ujungpandang dikembangkan lagi menjadi dua Pengadilan Tinggi Agama , yakni Pengadilan Tinggi Agama Ujungpandang dan Pengadilan Tinggi Agama Kendari berdasarkan Undang-undang Nomor: 3 tahun 1995, jadi Pengadilan Tinggi Agama Ujung Pandang hanya mewilayahi Sulawesi Selatan saja dan Pengadilan Tinggi Agama Kendari mewilayahi Sulawesi Tenggara.
6. Masa Sekarang
Dengan berubahnya nama Kota Ujungpandang menjadi Kota Makassar pada tahun 2000, maka secara otomatis Pengadilan Tinggi Agama Ujungpandang berubah menjadi Pengadilan Tinggi Agama Makassar. Dan pada tanggal 30 Juni 2004 Pengadilan Tinggi Agama Makassar berada di bawah naungan Mahkamah Agung RI berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 21 Tahun 2004 tentang Pengalihan Organisasi, Administrasi, dan Finansial di Lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan tata Usaha Negara, dan Peradilan Agama ke Mahkamah Agung yang ditetapkan pada tanggal 23 Maret 2004 yang sebelumnya berada di bawah naungan Departemen Agama RI.
Berdasarkan Undang-undang nomor 26 tahun 2004 telah terbentuk propinsi baru di Sulawesi yakni Sulawesi Barat yang memiliki 5 wilyah kabupaten. Dengan terbentuknya propinsi baru tersebut, maka Pengadilan Agama yakni : PA Polewali, PA Mamuju, dan PA Majene masuk menjadi wilayah Sulawesi Barat. Dengan belum terbentuknya Pengadilan Tinggi Agama Sulawesi Barat maka hingga sekarang ke-3 Pengadilan Agama tersebut masih termasuk wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Agama Makassar
7. Ketua PTA Makassar