Pembinaan Mental Pengadilan Tinggi Agama Makassar Oleh Hakim Tinggi Muhammad Fauzi : Surat Cinta Dari Allah
Senin, Tanggal 8 Juli 2024, Pengadilan Tinggi Agama Makassar kembali menggelar acara rutin dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan dan profesionalisme para pegawai. Acara yang diadakan setiap Senin ini merupakan bagian dari program pembinaan pegawai yang telah berlangsung secara berkelanjutan.
Setelah melaksanakan apel pagi, seluruh pegawai di Pengadilan Tinggi Agama Makassar berkumpul di ruang aula untuk mengikuti kegiatan pembinaan mental. Kegiatan Pembinaan mental ini adalah wujud pelaksanaan dari komitmen Ditjen Badilag MA-RI untuk mewujudkan Aparatur Peradilan Agama BerAKHLAK ( Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif) yang dianggap sebagai inti dari nilai-nilai dasar ASN. BerAKHLAK merupakan core value baru yang diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 27 Juli 2021 ini, bertujuan untuk menyeragamkan nilai dasar bagi seluruh ASN di Indonesia, menjadi fondasi budaya kerja yang professional. Tujuan dari pengenalan kembali nilai-nilai ini adalah agar ASN menginternalisasi dan melaksanakan nilai-nilai tersebut secara konsisten, bukan hanya saat pelatihan awal (latsar) tetapi juga dalam rutinitas sehari-hari.
Kegiatan pembinaan mental ini diisi oleh narasumber Dr. Drs. Muhammad Fauzi Ardi, S.H., M.H. (Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Agama Makassar). Materi yang disampaikan diawali dengan uraian bahwa kita warga Pengadilan Agama hendaknya menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai “The Real Roll model”, sehingga dari Nabi kita mencontoh akhlaknya, mudah-mudahan sehingga di setiap Pengadilan Agama atau Pengadilan Tinggi Agama muncul roll model yang bisa kita harapkan mampu menerjemahkan ajaran-ajaran Allah SWT, wabilkhusus regulasi-regulasi yang telah dilahirkan oleh Mahkamah Agung RI untuk dijabarkan di tingkat bawah.
Lebih lanjut Beliau menjelaskan bahwa ada “Surat Cinta dari Allah” untuk manusia yang terjemahannya “Bahwa Saya tidak menciptakan bangsa manusia dan bangsa jin itu, kecuali untuk menyembah kepadaku” surat cinta inilah yang harus kita pedomani dan kita terjemahkan di dalam lingkungan pekerjaan kita, dalam hal ini bahwa ibadah kepada Allah SWT itu bukan hanya sholat 5 waktu, bukan hanya puasa, bukan hanya membaca Asmaul Khusna dan ibadah wajib lainnya, tetapi yang lebih daripada itu adalah bagaimana kita terjemahkan, melakukan dan mengimplementasikan “tupoksi” yang telah dibebankan kepada kita, itulah makna “ibadah”, apalagi kita ini yang bergerak dibidang hukum atau berkecimpung dibidang hukum maka hukum harus kita tegakkan apapun resikonya, seperti sudah kita ketahui bahwa menegakkan hukum harus memperhatikan 3 tujuan hukum, yaitu keadilan, kepastian dan kemanfaatan, namun yang menjadi pertanyaan adalah bisakah ke 3 unsur ini diterapkan pada suatu perkara masalah hukum, itulah yang sangat sulit, itulah kita diharapkan mempunyai skala prioritas. Ada ungkapan hukum yang mengatakan bahwa “hukum itu terapung di atas samudra etika”. Artinya bahwa ketika kita ingin menegakkan hukum, yang menjadi patokan kita adalah persoalan etika yang tidak lain adalah integritas dan akhlak yang terjabarkan dalam 8 Nilai Utama Mahkamah Agung RI.